Sabtu, 29 Maret 2014

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)


Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Oleh : Islachul Imam, S.Pd.I

 karakteristik MPMBS tidak dapat dipisahkan dari karakteristik sekolah efektif(effective school). Jika MPMBS merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MPMBS berikut memuat secara insklusif elemen-elemen sekolah yang efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MPMBS, pendekatan sistem input-proses-output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah merupakan sebuah sistem, sehingga menguraikan karakteristik MPMBS yang juga karakteristik sekolah efektif mendasarkan pada input, proses, dan output.
Output yang Diharapkan
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement) danoutput berupa prestasi non akademik (non-academic achievement). Output prestasi akademik misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba bahasa Inggris, matematika, fisika, cara-cara berpikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif dan ilmiah). Output non akademik misalnya, prestasi dibidang olahraga dan kesenian. Jadi sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki output pendidikan yang diharapkan sekolah.
Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut;
1)  Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi

2)  Kepemimpinan Sekolah yang Kuat

3)  Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib

4)  Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif

5)  Sekolah Memiliki Budaya Mutu

6)  Sekolah Memiliki “Teamwork’ yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis

7)  Sekolah Memiliki Kewenangan (Kemandirian)
.
8)  Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat

9)  Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen

10)  Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologis dan Pisik)

11)  Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan

12)  Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan

13)  Komunikasi yang Baik

14)  Sekolah Memiliki Akuntabilitasi




Input Pendidikan
1)  Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut harus dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
2)  Sumberdaya Tersedia dan Siap
Secara umum, sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti sumberdaya yang ada harus mahal, akan tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya yang ada di lingkungan sekolahnya.
3)  Staf Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin efektivitasnya tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi meruakan keharusan.
4)  Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Karena itu kepala sekolah, guru, peserta didik  dan warga sekolah harus dodorong untuk meralisasikan komitmen dan harapan mutu tinggi warga sekolah merupakan input yang baik, karena kondisi sekolah akan dinamis dan konstruktif.
5)  Fokus pada Pelanggan (Khususnya Peserta Didik)
Pelanggan, terutama Peserta didik, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan inputdan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan daripeserta didik.
6)  Input Manajemen
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi; tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sitematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai.

Adapun ciri-ciri manajemen berbasis sekolah sebagaimana yang dijelaskan Supriono Subakir dan Achmad Sapari dalam bukunya, Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut;
a)      Ada upaya peningkatan peran serta BP3 dan masyarakat untuk mendukung kinerja sekolah.
b)      Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif.
c)      Menerapkan prinsip efektivitas dan efesiensi dalam penggunaan sumberdaya sekolah (anggaran, personil, dan fasilitas).
d)     Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
e)      Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat, selain kepada pemerintah atau yayasan.
f)       Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
g)      Meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang.
h)      Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan sampai dengan evaluasi (kepala sekolah, guru, BP3, dan tokoh masyarakat, dan lain-lain).
i)        Adanya keterbukaan dalam pengelolaan pendidikan sekolah, baik yang menyangkut program, anggaran, ketenagaan, prestasi sampai dengan pelaporan.
j)        Pertanggungjawaban sekolah dilakukan baik terhadap pemerintah, yayasan, maupun masyarakat[7].

 Tujuan Manajemen Peningkatan  Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Pada dasarnya  MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) bertujuan untuk:
a)         Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif   sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b)        Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama (partisipatif).
c)         Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
d)        Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah  (MPMBS)
Pada dasarnya esensi konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) adalah otonomi sekolah plus pengambilan keputusan secara partisipatif. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan MPMBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan “idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MPMBS) dan bukan lagi mengunakan pendekatan “monotetik” (cara melaksanakan MPMBS yang cenderung seragam/konformitas untuk semua sekolah). Oleh karena itu, dalam arti yang sebenarnya tidak ada satu resep pelaksanaan MPMBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one–shot and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus-menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
     Adapun tahap-tahap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah(MPMBS) adalah sebagai berikut;
a.         Mensosialisasikan Konsep MPMBS
Sekolah merupakan sistem yang terdiri dari unsur-unsur dan karenanya hasil kegiatan di sekolah merupakan hasil kolektif dari semua unsur sekolah. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah mensosialisasikan konsep MPMBS kepada setiap unsur sekolah (guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK, karyawan, orangtua siswa, pengawas, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Pejabat Dinas Pendidikan Propinsi, dsb.) melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja, simposium, forum ilmiah, dan media massa.
b.        Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih (ketidaksesuaian) antara outputsekolah saat ini dan output sekolah yang diharapkan di masa yang akan datang (tujuan sekolah). Besar kecilnya ketidaksesuaian antara output sekolah saat ini (kenyataan) dengan output sekolah yang diharapkan (idealnya) di masa yang akan datang memberitahukan besar kecilnya tantangan.




c.         Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)
1)      Visi
     Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu perumusan misi sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
2)      Misi
     Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam merumuskan misi, harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kelompok-kelompok kepentingan yang tekait dengan sekolah. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
3)      Tujuan
     Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Jika visi dan misi terkait dengan jangka waktu yang panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-5 tahun. Dengan demikian pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah dicanangkan.
4)      Sasaran
     Sasaran adalah penjabaran tujuan, yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibandingkan tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan, baik peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efesiensi (bisa salah satu atau kombinasi). Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci. Penentuan sasaran yang mana dan berapa besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh /sekolah.
Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar berserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan  sekolah-masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
Melakukan Analisis SWOT
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Tingkat kesiapan harus memadai, artinya, minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, yang dinyatakan sebagai; kekuatan bagi faktor yang tergolong internal; peluang, bagi faktor yang tergholong eksternal. Sedang tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakana; kelemahan, bagi faktor yang tergolong internal; dan ancaman, bagi faktor yang tergolong eksternal. Baik kelemahan maupun ancaman, sebagai factor yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai; disebut persoalan.
Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan
Dari hasil analisis SWOT, maka langkah berikutnya adalah memiliki langkah-langkah pemecahan persoalan (peniadaan persoalan), yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan–tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan dan atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu atau lebih faktor yang bermakna kekuatan dan atau peluang.
Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu
Hal pokok yang harus diperhatikan oleh sekolah dalam penyusunan rencana adalah keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi stakeholder pendidikan, khususnya orangtua peserta didik dan masyarakat (BP3/Komite Sekolah) pada umumnya. Dengan cara demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan sekolah dan pemerintah untuk menanggung biaya rencana ini, dan berapa sisanya yang harus ditanggung oleh orangtua peserta didik dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan rencana ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dan untuk melaksanakan rencana ini bisa dihindari.
Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orangtua peserta didik, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Dalam menghindari berbagai penyimpangan, kepala sekolah perlu melakukan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan mutu yang dilakukan di sekolah. Kepala sekolah sebagai manajer dan pimpinan pendidikan di sekolahnya berhak dan perlu memberikan arahan, bimbingan, dukungan, dan teguran kepada guru dan tenaga lainnya jika ada kegiatan yang tidak sesuai dengan jalur-jalur yang telah ditetapkan.
      Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan menngenai sumber daya mansuia sekila, kinerja dalam mengambangkan dan mencapai target kurikulum dan prestasi yang sudah diraih siswa. pelaksanaan evaluasi bias dilaksanakan dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Dalam melaksanakan evaluasi, kepala sekolah harus mengikutsertakan setiap unsur yang terlibat dalam program, khususnya guru dan tenaga lainnya agar mereka dapat menjiwai setiap penilaian yang dilakukan dan memberikan alternatif pemecahan. Demikian pula orangtua peserta didik dan masyarakat sebagi pihak eksternal harus dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Hasil evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Jika dianggap berhasil, sasaran mutu dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Jika tidak, bisa saja sasaran mutu tetap seperti sediakala, namun dilakukan perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Namun tidak tertutup kemungkinan, bahwa sasaran mutu diturunkan, karena dianggap terlalu berat atau tidak sepadan dengan sumberdaya pendidikan yang ada (tenaga, sarana dan prasarana, dana) yang tersedia. Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah.

Sabtu, 15 Maret 2014

Kehidupan Pahit penganut paham Ahlusunnah Wal Jama'ah di IRAN

Sunni adalah fahaman kedua paling popular di Iran melibatkan lebih 30 peratus dari populasi Iran. Kebanyakan Sunni Iran tinggal di Kurdistan Balushstan, bandar-bandar sempadan Khorasan, Turkamen Sahara dan sepanjang pinggiran wilayah. Bermula dari era Safawi tahun 906 sehingga ke hari ini, Sunni Iran terpaksa melalui kepayahan akibat diskriminasi dan ketidakadilan dari kerajaan yang dikuasai golongan Syiah.

Selepas apa yang dipanggil “Revolusi-Islam”, kerajaan Syiah Iran telah mengambil langkah-langkah secara berterusan samada memaksa puak Sunni memeluk Syiah atau menghalau mereka keluar dari Iran melalui berbagai cara.

Berikut adalah beberapa contoh jelas taktik kotor yang digunakan kerajaan bagi memastikan golongan minoriti Sunni terus ditindas:

1) Menghalang dari memegang jawatan penting dalam kerajaan, sebagai contoh, hanya terdapat 15 wakil Sunni (yang kebanyakannya dianggap boneka Syiah) daripada keseluruhan 270 ahli parlimen Iran. Dalam pejabat pentadbiran atau institusi penting, memang tiada langsung di kalangan Sunni yang berjawatan menteri, duta atau gabenor sekalipun di wilayah-wilayah yang dikuasai Sunni. Tapi yang peliknya, kerajaan Iran pula bersikap tegas apabila meminta kerajaan Afghanistan memperuntukkan 1/4 kerusi mewakili Syiah di sana, pada hal populasi penganut Syiah hanya sekitar 10% dari jumlah penduduk Afghanistan. Pada masa kini amat payah untuk melihat seorang pengurus sebuah institusi yang mempunyai latar belakang Sunni. Dalam institusi yang lebih sensitif seperti pengawal revolusi, kementerian luar, kementerian pertahanan atau dalam bidang perniagaan, keadaan menjadi lebih teruk lagi.

2) Penindasan dalam Perindustrian dan Economi. Pada masa sekarang, semua sektor industri dan ekonomi di kawasan ramai penduduk Sunni dimonopoli oleh minoriti Syiah. Sebaliknya, golongan Sunni terpaksa bergelut dengan kepayahan sekalipun untuk mewujudkan perniagaan kecil-kecilan. Memang terbukti yang pihak regim bermatlamat menindas golongan minoriti Sunni dalam pelbagai aspek kehidupan supaya dapat memaksa mereka memeluk Syiah atau menghalau keluar dari tempat asal mereka. Kerajaan malah menafikan hak Sunni untuk membuka kilang kecil, atau jika mereka memiliki sebuah kilang, maka undang-undang membenarkan ianya dimiliki oleh puak Syiah. Di sepanjang sempadan teluk, situasi ini menjadi lebih teruk dari yang disangkakan. Di kebanyakan kawasan, penduduk setempat Sunni dinafikan hak mendapatkan lesen menangkap ikan, bagi membolehkan industri perikanan ini dikuasai oleh peneroka-peneroka baru Syiah (yang digalakkan kerajaan berhijrah ke situ). Seperti yang dinyatakan sebelum ini, matlamat utama pihak kerajaan berbuat demikian adalah untuk mengubah populasi penduduk supaya golongan akan menjadi minoriti dalam wilayah mereka sendiri

3) Polisi mengubah persamaan sosial dan memaksa penduduk tempatan berpindah. Tujuan utama program ini dilaksanakan adalah bagi mewujudkan vakum dalam kawasan-kawasan majoriti Sunni, terutamanya di bandar Abbas, Gheshm, dan bandar sempadan wilayah Balushistan yang berhampiran dengan Negara-negara majoriti Sunni seperti Pakistan, Afghanistan dan Negara-negara teluk. Apabila matlamat ini dicapai, pihak kerajaan akan akan mempunyai kawalan penuh terhadap kawasan majoriti Sunni dan pada masa yang sama dapat memutuskan hubungan yang terjalin sekian lama antara masyarakat Sunni dengan saudara sempadan mereka. Oleh sebab itulah, pihak regim Iran telah menggalakkan sekumpulan besar masyarakat Syiah untuk berhijrah ke Khorasan, Hormozgan, Balushistan dan Kurdistan. Apabila Muslim Sunni menjadi minoriti, sudah tentu mereka tidak mempunyai undi mencukupi untuk menghantar wakil dalam Parlimen regim. Akibatnya, Muslim Sunni tidak akan mempunyai suara dalam polisi Iran. Jika didapati satu-satu kawasan itu masih bermajoriti Sunni, kerajaan akan menggunakan taktik menyuruh sebahagian penduduk berpindah ke kawasan majoriti Syiah, dan dengan cara ini Muslim Sunni tidak akan berpeluang menghantar wakil mereka ke parlimen. Di beberapa kawasan dalam Balushstan, Kurdistan, Khorasan dan bandar sempadan dengan Afghanistan, keseluruhan penduduk kampung dipaksa meninggalkan tanah mereka untuk berhijrah ke kawasan lain di Iran. Sebaliknya pula, puak-puak Syiah ditempatkan di kawasan-kawasan yang ditinggalkan tadi. Antara contoh kawasan majoriti Muslim Sunni yang tempatkan dengan penduduk Syiah adalah seperti di Sarbaz, Bahokalat dan Rask di Balushstan.

4) Meminoritikan Muslim Sunni melalui kawalan kadar kelahiran. Kebanyakan Muslim Sunni tinggal di luar bandar dengan kadar pertumbuhan populasi sekitar 13% berbanding 3% di bandar. Dengan mengenakan kawalan kelahiran ketat secara jelas akan membawa kepada kesan yang buruk kepada struktur sosial dalam satu-satu kawasan. Beberapa siri kempen pemandulan lelaki dan wanita dilancarkan oleh agensi-agensi kerajaan bagi membendung populasi Muslim Sunni.

5) Penguasaan puak Syiah dalam angkatan tentera memang jelas. Ketakutan mereka kepada Muslim Sunni tidak pernah pudar sekalipun ramai di kalangan golongan muda Muslim Sunni telah dikenakan hukuman penjara, siksaan dan hukuman mati atas pelbagai dakwaan yang samar. Sekalipun terpaksa merekrut Muslim Sunni sebagi tentera, mereka hanya akan ditempatkan di pejabat tanpa perlu membawa senjata. Dalam organisasi yang lebih penting seperti pengawal revolusi, tentera Sunni tidak dibenarkan langsung mengambil bahagian. Dalam kementerian penerangan pula, keadaan menjadi lebih teruk lagi kerana tiada seorang pun penjawat jawatan di kalangan Muslim Sunni. Perlu diingatkan bahawa ketua organisasi ini adalah Ali Fallahian (gambar) yang sangat dikehendaki oleh Interpol. Beliaulah di belakang pembunuhan ketua-ketua pembangkang di luar Negara.
 

Regim Syiah di Iran sedar yang ia akan menerima nasib yang sama seperti Soviet Union iaitu Negara yang multinasional dengan populasi dari latarbelakang agama berbeza. Oleh yang demikian, mereka perlu menyiapkan diri menghadapi sebarang bentuk perpecahan di masa depan. Sekalipun berdepan dengan pelbagai bentuk diskriminasi, penyiksaan, dan hukuman bunuh terutamanya di Baluchistan dan Kurdistan, pihak Syiah percaya golongan Muslim Sunni mampu bangkit untuk menentang kerana mereka memang terkenal sebagai pahlawan gagah berani lebih-lebih lagi kawasan yang diduduki mereka amat sesuai untuk gerakan memerangi diktator Syiah di Iran. Pelbagai usaha dibuat bagi mengekang kebangkitan Muslim Sunni termasuk melarang para pemimpin agama Sunni menyuarakan pandangan mereka dan menghalang mereka menyebarkan sebarang bentuk risalah.

Di awal revolusi Iran, pihak kerajaan telahpun memulakan usaha memerangi Sunni Muslim seperti yang dilakukan tentera Kristian dalam perang salib. Mereka menyebarkan propaganda dan kemudian memaksa mereka meninggalkan Sunni dan memeluk Syiah.

Pada waktu itulah pihak regim melakukan kerja-kerja ‘brain wash’ terhadap remaja-remaja Sunni. Antara kempen yang dilakukan oleh pihak regime adalah memperkenalkan perkahwinan sementara, iaitu “sigheh” yang turut disokong oleh bekas presiden Iran, Ali Akbar Hashemi Raftsenjani. Perkahwinan sementara atau Seigheh ini bertentangan dengan fahaman Muslim Sunni. Inilah salah satu cara memerangkap golongan remaja supaya memeluk Syiah.

Taktik lain yang digunakan pihak regim di wilayah tersebut ialah penginayaan dan penahanan tokoh-tokoh berpengaruh atas dakwaan yang meragukan. Telah berlaku banyak kes di mana ketua-ketua puak dijatuhi hukuman bunuh tetapi boleh dibebaskan dengan syarat ia mengahwinkan anak perempuannya dengan ulama Syiah. Dengan cara inilah, ulama Syiah tadi dapat masuk ke dalam populasi Sunni dan seterusnya mengembangkan fahaman mereka.

Dalam bidang pendidikan pula, tekanan yang dikenakan oleh regim keatas Sunni Muslim melalui bidang pengajian sejarah dan agama. Dalam pendidikan sejarah dan agama, semua angka dan fakta sejarah telah diubah. Keperibadian tokoh-tokoh terulung dalam sejarah Islam telah diaibkan supaya pemuda-pemudi Muslim Sunni hilang minat terhadap tokoh-tokoh tersebut, terutamanya bila ia berkaitan tentang pewaris Nabi Muhammad (SAW). Sebaliknya, tokoh-tokoh agama Syiah diagung-agungkan seolah-olah mereka datang dari syurga. Dengan cara ini, apabila tamat pengajian, pelajar-pelajar tadi akan lebih cenderung memahami keperibadian Syiah dan kitab-kitab mereka, berbanding fahaman Sunni itu sendiri.Ini satu contoh jelas bagaimana ‘brainwash’ dilakukan.


Masjid Diroboh

Selepas didesak beberapa kali oleh Molavi Abdel Aziz, seorang pemimpin agama Sunni di Baluchistan, sekeping tanah telah diperuntukkan untuk komuniti Sunni membina masjid namun kebenaran untuk membinanya masih belum diterima hingga ke hari ini. Perlu juga dinyatakan di sini, iaitu sewaktu permulaan revolusi di mana regime Iran belum lagi mempunyai kekuasaan penuh terhadap Negara, pihak Muslim Sunni Berjaya membina banyak masjid di kawasan-kawasan majoriti mereka. Malangnya pembinaan masjid baru telah menyebabkan pemimpin-pemimpin agama Sunni diinaya dengan dikenakan hukuman kerana kononnya bersekutu dengan “Wahabism”. Kes-kes begini telah menyebabkan masjid-masjid diruntuhkan atau disita oleh pihak regim. Yang peliknya dalam ibukota Tehran sendiri, di mana terdapat berpuluh gereja, kuil Hindu, dan tempat ibadat agama lain, tidak terdapat walaupun satu masjid untuk Muslim Sunni. Inilah bukti bahawa regim Syiah amat takutkan Muslim Sunni, seperti apa yang dikatakan oleh Molavi abdul Aziz bahawa “mereka malah tidak membenarkan kita membuka kedai kerana takut nanti mereka akan menjadi bankrap, sementara pembinaan masjid dan sekolah agama pula akan menganggu mereka”.
  

Selepas itu, banyak masjid dimusnahkan satu demi satu. Sememangnya regim Islam Iran adalah satu-satunya kerajaan yang berbangga kerana meruntuhkan masjid di negara sendiri. Berikut adalah beberapa buah masjid yang telah dimusnahkan oleh regim Syiah Iran.

1) Masjid Sunni di Ahwaz adalah masjid pertama diruntuhkan dan di atas tapaknya dibina pusat penerangan sebelum perang Iran-Iraq.

2) Masjid Torbate-Jam disita pada 1982 dan kemudian dijadikan berek tentera.

3) Masjid Negor dan sekolah agama di Balushistan (chahbahr) – Dirobohkan dengan bulldozer. Pihak regim menuduh pemimpinnya bersekutu dengan Wahabism.

4) Masjid Saleh Abad dan sekolah agama disita.

5) Sekolah agama di Tawalesh – pemimpinnya ditahan- disiksa dan dipenjarakan.

6) Masjid Hassanian di Shiraz – masjid ini pimpin oleh Dr. Mozafarian seorang pakar fizik. Masjid disita dan dijadikan panggung wayang.

7) Masjid Shaikh Faiz Mosque di Mashed -berusia 200 tahun. Arahan dikeluarkan sendiri oleh pemimpin kerohanian Syiah Iran, Khomeini. Selepas itu, berpuluh-puluh lagi masjid di Zahedan dan Kurdistan dimusnahkan.


Bunuh Pemimpin Sunni

 
Selagi mana pihak regim gagal ‘mensyiahkan’ bangsa Baluchis, Kurdis, Turk dan lain-lain Muslim Sunni, selagi itulah taktik-taktik kotor digunakan samada melalui penginayaan, hukuman penjara atau hukuman bunuh ke atas pemimpin-pemimpin Sunni.

Program pembersihan seperti ini adalah bertujuan untuk mewujudkan vakum di kawasan majority Sunni supaya mereka hidup tanpa pemimpin. Apabila ini tercapai, mudah bagi kerajaan mengembangkan kekuasaannya melalui radio, tv dan sumber-sumber lain. Perlu diingatkan di sini bahawa Khomeini berulangkali mengeluarkan kenyataan yang berbunyi “kita musnahkan masjid-masjid Sunni tapi tiada reaksi apa-apa dari mereka, kita bunuh pemimpin mereka, juga tiada reaksi apa-apa dari mereka, oleh itu kita perlu rogol wanita mereka, kerana bagi mereka isu ini sangat sensitif, dan apabila mereka mula berprotes, barulah kita boleh hapuskan mereka”. Dalam perkara berkaitan, seorang ulama muda Syiah mengaku telah merogol 60 wanita Sunni, dan kemudian telah ditahan dan dibunuh oleh kumpulan Sunni di bawah pimpinan Hameed Narooei (yang kemudiannya diracun oleh agen regim).

Berikut adalah beberapa tokoh penting Muslim yang ditahan dan dibunuh:

20 September 2010 - Sunnionline
KURDISTAN: Beberapa hari lepas, pihak berkuasa Iran menahan Ulama Sunni, Shaikh Mullah Muhsen Husaini, imam dan khatib masyarakat Sunni di bandar Kamyaran dalam wilayah Kurdistan.
Menurut HRANA, sebuah pertubuhan aktif hak asasi manusia di Iran, beberapa hari lalu pihak berkuasa rahsia Iran di Kamyaran menahan ulama Sunni yang juga seorang hakim Mahkamah Keluarga Kamyaran, dan ditempatkan di penjara yang tidak diketahui. Dua minggu sebelum itu, Shaikh Husaini menyebut dalam khutbah Jumaat mengaitkan kerajaan mensabotaj usaha-usaha kearah perpaduan antara penganut Sunni dan Syiah. Ulama berkenaan telah beberapa kali ditahan sebelum ini kerana menyuarakan diskriminasi dan kemiskinan dalam kawasan masyarakat Kurdis.

21 Jun 2010


TEHRAN: Abdolmalek Rigi (gambar)- digelar Umar Mukhtar kedua, ketua pemberontak kumpulan Sunni, Jundullah, yang melancarkan penentangan di wilayah Sistan-Baluchestan, digantung pagi Ahad lalu, lapor IRNA.
“Selepas diputuskan dalam tribunal revolusi Tehran, Abdolmalek Rigi digantung pagi Ahad di penjara Ein Evin ,” kata IRNA.

Bahman Shakuri dari Tawalesh, sebuah bandar di bahagian barat Irana, dituduh kerana tidak mempercayai Imam 12 Syiah adalah nabi, dan dihukum bunuh pada 1988.

Shaikh Abdel Wahab Khafi dari Khorasan, dituduh bekerjasama dengan wahabism, akibatnya disiksa hingga mati pada 1990.

Dr. Ali Mozafarian seorang pemimpin agama Sunni Muslim dan seorang pakar bedah terkenal, telah disiksa dengan teruk dan akhirnya dihukum mati pada 1992 kerana tuduhan mempunyai hubungan dengan pergerakan wahabi.

Ayatollah Allameh Abu AlFazl Borqaie pemimpin agama Syiah terkenal sebelum revolusi, kemudiannya memeluk Sunni. Percubaan kali pertama untuk membunuhnya gagal. Kemudian ditahan dan dibuang daerah. Akhirnya meninggal pada 1992.

Allameh Ahmad Mofti Zadeh, pemimpin agama Sunni Muslim Kurdis, menderita disiksa di penjara selama beberapa tahun sehingga membawa kematiannya pada 1993. Telah dibebaskan sebelum itu, tapi tidak dibenarkan mendapat rawatan luar negeri.

Molavi Abdel Malek Mullazadeh, pemimpin agama Sunni Muslim Baluchi. Moalvi Abdel Malek adalah anak sulung kepada pemimpin agama terulung di Baluchistan, terbunuh dalam serangan di Karachi oleh kumpulan pengganas Aid Mohamed Bamari yang didalangi regime Iran pada 1996. Kumpulan yang sama juga dipercayai terlibat dalam usaha menghapuskan pemimpin pembangkang Iran di Britain.

Molavi Abdel Naser Jamshid Zahi, dari Baluchista, Iran – seorang pensyarah di salah sebuah sekolah Islam Karachi terbunuh syahid bersama Movlavi Abdel Malek pada 1996 di Karachi.

Farouq Farsad dibunuh pada 1996 selepas dibuang daerah.

Molavi Qlandar Zahi dibunuh pada 1997.

Molla Mohammed Rabiei pemimpin agama Sunni Muslims di Kermanshah dibunuh oleh pihak perisikan Iran pada 1996. Beliau adalah penulis terkenal yang telah menghasilkan 40 buah buku dan artikel-artikel penting.

Dr. Ahmad Mirin salah seorang ulama terulung di Baluchstan dibunuh oleh pihak regime padan 1996 selepas ditahan di lapangan terbang Bandar Abbas.


BeritaIslamGlobal: Ya Allah!! Kami pohonkan perlindungan untuk saudara kami di Iran dari segala malapetaka dan bahaya dan jadikanlah mereka golongan yang berpegang teguh kepada Islam yang sebenar. Ya Allah !! Kami pohon supaya Engkau menerima mereka yang gugur sebagai syahid dan menjadikan yang masih hidup supaya lebih bersabar, dan kami pohon kepada Mu Ya Allah supaya membebaskan mereka dari sebarang bentuk kezaliman dan penindasan, Amin.